Selasa, 27 Desember 2011

Facebook

Facebook adalah nama familier bagi para pengguna internet. Sama populernya dengan menyebut friendster, bahkan konon lebih populer lagi. Sebagai media jejaring pertemanan, facebook lebih komplit dan mudah ketimbang friendster. Fitur yang paling membedakan adalah fasilitas chatting. Penampilan facebook pun dinilai lebih eye catching.
Di facebook, orang juga bisa membuat grup yang diikuti sejumlah kawannya untuk tujuan mempertemukan pikiran dan kegemaran yang sama. Pendeknya, mengutip perkataan seorang teman, “facebook, ok banget!”
Dengan segala fasilitas dan kemudahannya, facebook kemudian merasuk ke dalam berbagai aktivitas seseorang. Ada orang yang merasa tidak lengkap aktivitas kesehariannya apabila tidak ber-facebook ria. Maka, sebagian waktu kita pun perlu dialokasikan khusus untuk membuka facebook.
Panetrasi facebook ke dalam kehidupan kita di satu sisi memang menguntungkan. Jangkauan pertemanan kita lebih meluas. Tidak hanya dengan teman di tingkat lokal atau nasional, namun juga lintas negara, lintas suku dan lain sebagainya. Semuanya melebur dalam media jejaring sosial ini.
Di sisi lain, facebook pun mengurangi jatah ngobrol/interaksi bertatap muka kita dengan para tetangga atau teman yang tinggal dengan kita. Contoh paling dekat yang saya alami di kantor adalah keasyikan kawan-kawan sejawat (termasuk saya) mempergunakan facebook untuk ngobrol hal-hal yang sebenarnya ringan-ringan saja, yang bisa dilakukan lebih efektif dan efisien tanpa facebook.
Contoh di atas sering membuat saya bingung dan merasa aneh. Facebook dibuat untuk semakin mendekatkan diri secara personal, tetapi contoh di atas malah terasa menjauhkan saya dengan teman-teman, dan itu mengurangi kedekatan personal dengan teman sejawat saya.
Saya mencoba mengurangi penggunaan facebook, tapi itu justru semakin membuat saya terasing dari pergaulan “ala facebook” yang sedang ngetren di sini. Saat teman-teman sedang “on-air-with-facebook” dan berbagi cerita atau bercada tawa, tentu saja saya tergoda untuk lebih aktif lagi. Dan cerita yang berlanjut sampai sekarang, demam facebook semakin menjangkit kita.
Pada akhirnya, saya berketetapan hati untuk membiasakan bergaul dalam kondisi seperti ini, tapi tentu saja saya harus tetap mencoba merefleksi dan mengevaluasi perkembangan facebook ini agar keseimbangan interaksi saya dengan kawan-kawan tidak terganggu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar